Kamis, 03 Mei 2012


Antara Perpustakaan dan Minat Baca Siswa
Pepatah mengungkapkan  buku adalah sahabat dan guru yang baik. Buku dengan sabar mengajarkan banyak hal yang kita tidak ketahui, memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan. Buku juga mengajak kita berpetualang ke berbagai tempat dan dimensi.[1] Melalui buku, kita dapat merealisasikan salah satu bentuk dari perintah pertama dan utama yang berasal dari Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw, yakni membaca. “Membaca” dalam aneka maknanya sebagaimana yang diungkapkan oleh Quraish Shihab, adalah syarat pertama dan utama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta syarat utama membangun peradaban.[2]
Dari dua alur pemikiran ini dapat dilihat betapa erat kaitan antara buku dan aktivitas membaca. Karena makna membaca yang demikian luas terhadap segala aspek kehidupan yang tampak maupun yang tidak nampak merupakan obyek bacaan bagi manusia. Dalam dunia pendidikan, untuk menjembatani dua hal di atas, maka pemerintah mengupayakan adanya perpustakaan pada
setiap sekolah atau lembaga pendidikan lainnya. Hal ini mengingat akan pentingnya peran membaca dalam pendidikan, karena seluruh materi belajar membutuhkan kemampuan membaca peserta didik untuk dapat menyelesaikan kompetensi tertentu di segala bidang studi. Oleh karena itu, perpustakaan sekolah merupakan bagian penting dari komponen pendidikan yang tidak dapat dipisahkan keberadaannya dari lingkungan sekolah.[3]
Fenomena dalam kehidupan dan perubahan tatanan sosial seiring dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi informasi, dapat dilihat betapa hubungan antara membaca dan buku semakin tersingkirkan dengan hadirnya berbagai media hiburan seperti televisi, VCD, video games, dan play station. Hal ini diperburuk lagi dengan buku-buku teks di sekolah dikemas dengan kurang menarik. Kecenderungan peserta didik-peserta didik sekarang yang dipicu oleh hadirnya berbagai media hiburan, sangat menyukai berbagai visual atau gambar yang menarik. Keadaan ini menyebabkan banyaknya peserta didik membaca buku hanya terpaksa dan tak lebih hanya sekedar memenuhi kebutuhan belajar.
Dengan demikian, eksistensi perpustakaan sebagai sebuah wahana belajar siswa, yang dapat membantu siswa dan guru dalam memacu tercapainya tujuan pendidikan di sekolah, mendapat tantangan yang tidak kecil untuk dapat menarik perhatian peserta didik kembali, agar peserta didik dapat dikembangkan dari membaca hanya sekedar memenuhi kebutuhan belajar menjadi menyenangi dan mencintai aktivitas membaca.
Pada saat ini dunia pendidikan kita masih dihadapkan dengan suatu kondisi pasif tentang kurangnya gairah dan kemampuan para subyek didik untuk mencari, menggali, menemukan, mengolah, memanfaatkan dan mengembangkan informasi. Salah satu sebab etimologisnya yaitu lemahnya minat baca mereka. Inilah yang perlu dicermati perkembangannnya serta diupayakan alternatif solusinya.
Minat merupakan salah satu disposisi (kecenderungan) individu yang berdasar pada kesenangan dan hasrat yang selalu timbul untuk memiliki atau melakukan sesuatu. Minat seseorang menimbukan motivasi untuk mendapatkan atau melakukan apa yang diminatinya. Besar atau kecilnya minat yang ada dalam dirinya terhadap sesuatu berpengaruh pada kuat atau lemahnya motivasi yang dimilikinya. Dengan demikian, minat baca seorang ssiswa akan mempengaruhi motivasinya untuk membaca.
Minat baca lebih banyak dipengaruhi oleh pengalaman atau lesson learnt yang telah diperoleh dari lingkungannya baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah masyarakat. Dari ketiga lngkungan pendidikan tersebut, lingkungan yang dipandang lebih potensial untuk menumbuhkankembangkan minat baca anak dalah lingkungan pendidikan, terutama yang dikelola melalui jalur sekolah.
Namun persoalannya adalah lingkungan pendidikan sekolah yang bagaimana yang dapat menumbuhkembangkan minat baca anak? Tentunya adalah sekolah yang di dalamnya tercipta situasi pembelajaran yang menyenangkan, menumbuh-kembangkan rasa ingin tahu, mengaktifkan siswa, memberi kesempatan kepada mereka untuk berpikir kritis dan logis serta untuk mengembangkan kreativitasnya, dan yang memungkinkan mereka belajara secara efektif. Mengapa demikian? Bagaimana pula menciptakan situasi pembelajaran seperti itu sehingga berdampak posistif terhadap minat baca anak?
Pertama, pembelajaran yang menyenangkan, yang dibangun guru melalui komunikasi awal yang baik dengan ekspresi wajahnya tulus dan menyenangkan, melalui cerita yang menarik, ataupun humor segar, penamilan gambar yang menarik, atau penggunaan alat peraga lain yang mengasyikkan siswa, pemberian perhatian kepada mereka dan pemberian perhatian kepada mereka dan pemberian reinforcement (penguatan) terhadap jawaban atau respon siswa, semuanya dapat menstimulasi dan meningkatkan minat baca siswa. Bagaimana mungkin hal ini tejadi? Untuk menelusurinya memang tidak mudah, tetapi bila diperhatikan dengan cermat, keterkaitan antara pembelajaran yang menyenangkan semacam itu dan minat baca siswa akan terlihat.
Efek kinerja guru yang menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan terhadap minat baca siswa bersumber pad komponen-komponen sikap, pengetahuan, ketrampilan, perbuatan atau perlakuan guru terhadap siswa. Guru yang mempunyai komitmen dan totalitas pengabdian yang besar akan berupaya memberikan perhatian yang sebaik-baiknya kepada siswanya. Selain pengaruh sikap guru, penguasaan pengetahuan dan keterampilan guru yang terlihat dan diakui oleh siswa-siswinya ketika bercerita, atau ketika ia membelajarkan siswa-siswanya melalui ceramah, demontrasi, eksperimen, atau pemecahan masalah juga dapat berdampak positif terhadap penumbuhkembangkan minat baca siswa. Fenomena kinerja guru yang kualitasnya diketahui dan diakui para siswa, apalagi pembelajaran yang dikelolanya itu menyenangkan, bahkan mengasikkan mereka, dan pada gilirannya menumbuhkembangkan rasa ingin tahu mereka, tentu hal ini akan mendorong mereka untuk mencari sumber cerita, penjelasan guru, dan sumber pengetahuan yang berkaitan dengan kegiatan percobaan atau investigasi sederhana yang mereka lakukan.
Terakhir, yang tak kalah pentingnya yaitu hendaknya pengelola sekolah, khususnya Komite Sekolah menyediakan buku-buku bacaan yang menarik, bermakna, dan bervariasi. Dengan demikian minat baca siswa yang berbeda-beda dapat terlayani dengan baik.
Membangun Budaya Baca
Salah satu upaya pengembangan minat dan kegemaran membaca adalah dengan adanya distribusi buku. buku merupakan salah satu syarat mutlak yang diperlukan untuk pengembangan program ini, khususnya bagi anak-anak kecil yang tentunya belum begitu banyak mengenal teknologi informasi. Artinya, bahwa fungsi buku memberikan tempat tersendiri bagi perkembangan anak.hal inilah yang kemudian berimplikasi pada semakin maraknya industri perbukuan/penerbit di Indonesia secara khusus dan dunia perbukuan secara global.
Industri perbukuan yang dikemukakakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bapak Wardiman Djojonegoro, bahwa ada 4 (empat) pilar utama yang ada dalam industri perbukuan. 4 pilar utama tersebut, yaitu: (1) pengarang, (2) penerbit (maupun percetakan), (3) distributor, dan (4) konsumen.
Pertama, pengarang merupakan pilar utama yang harus ada dalam penggalakkan industri perbukuan. Penggalakkan upaya pengembangan dan perkembangan perbukuan nasional diharapkan adanya adanya pengarang/penulis berbakat dan hasil karya yang berupa buku-buku yang berkualitas, jurnal, dan semisalnya. Sehingga memberi peluang kepada penulis-penulis ataupun pengarang-pengarang untuk mengembangkan potensinya.
Kedua, selain adanya pengarang juga dibutuhkan adanya penerbit yang bersinergi dengan pengarang. Pengarang menghasilkan karya, sedangkan penerbit berfungs menerbitkan hasil karya pengarang. Namun tidak dapat dinafikan, sulitnya pengarag menembus ketatnya persaingan dalam menerbitkan karya, mengindikasikan bahwa hanya karya-karya bermutu dan berkualitas sajalah yang layak terbit. Sehingga, dibutuhkan suatu wahana untuk memuluskan hasil karya anak bangsa ini misalnya ditelorkannya kebijakan pemerintah menerbitkan karya tersebut walaupun hanya sekedar sebagai prototif buku-buku “drop-dropan” dari pemerintah dengan catatan karya tersebut sesuai dengan budaya, corak, dan kebutuhan sekolah penerima.
Ketiga, distributor ini merupakan kepanjangan tangan dari penerbit dan pengarang untuk mendistribusikan hasil terbitan penerbit yang bersangkutan. Dankeempat, adalah konsumen yang menjadi objek dalam pengembangan dan perkembangan industri perbukuan. Konsumen membeli buku-buku yang mereka perlukan. Jika anak sudah dbiasakan membaca di usia dini, maka sudah barang tentu ide besar Wardiman Djojonegoro akan menjadi sebuah kenyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar